Elsa, Pembantu Rumah Tangga di Usia Dini
Awal
di kasih tahu seorang tetanggaku memperkerjakan seorang anak dibawah
umur, aku sempat ngedumel nggak karuan. Bagaimana aku tidak ngomel
sendiri, tetanggaku itu seorang polisi yang aku pikir dia pasti sadar
hukum dan mengetahui akibat dari mempunyai seorang pembantu di bawah
umur. Tapi aku juga tak ingin semena-mena menyalahkan tetanggaku itu,
aku perlu mencari tahu lebih dalam mengapa si anak belia itu mau bekerja
sebagai pembantu rumh tangga, padahal usianya masih terlalu dini.
Kesempatanpun
tiba, saat gadis itu mengasuh anak majikannya yang masih bayi-sekitar
5/6 bulan usiany, di samping rumahku. Namanya Elsa (aku puji sebagai
nama yang bagus, dan gadis itu tersipu malu), umur 13 tahun, anak kedua
dari tiga bersaudara. Bapaknya bekerja sebagai buruh tani sedangkan
ibunya hanya mengurus rumah tangga, tempat tinggal Elsa lumayan jauh
dari kediamanku, dia berasal dari salah satu desa di Wonosobo. Setelah
lulus SD, Elsa tak bisa meneruskan sekolah karena ketidak-mampuan orang
tuanya membiayainya. Alhasil Elsa menganggur di rumah. Rupanya Elsa
tidak usah berlama-lama menganggur di rumah, suatu hari rumahnya
didatangi seorang pencari tenaga kerja untuk diperkerjakan sebagai
pembantu di kota-kota lain termasuk Temanggung. Dengan alasan ingin
mempunyai penghasilan sendiri Elsa merengek pada orang tuanya agar
merestui keinginannya bekerja di luar kota. Mungkin karena tidak berdaya
menolak atau merasa bahwa mereka tidak bisa “membahagiakan” anaknya,
orang tua Elsapun menyetujui dengan syarat kakaknya (umur 14 tahun)
turut bekerja juga pada majikan yang sama. Akhirnya Elsa dan kakaknya
“terdampar” di rumah tetanggaku itu.
Setelah
mengetahui alasan Elsa untuk bekerja adalah murni dari keinginannya
sendiri, aku menjadi trenyuh. Bayangkan gadis seusia dia bertekad
memenuhi kebutuhannya sendiri dengan menjadi pembantu rumah tangga dan
di tempat jauh dari orang tuanya. Gugur sudah keinginanku tuk melaporkan
majikan Elsa pada KPAI atau pihak terkait. Aku jadi berpikir, andai aku
melaporkan tetanggaku, alhasil Elsa akan kehilangan pekerjaan yang
semula aku anggap berat
(majikan Elsa mempunyai 4 anak yang masih dibawah umur juga),namun Elsa
menyangkalnya. Bagi Elsa, pekerjaannya yang dimulai pukul 5 pagi itu
tidaklah berat, toh dia bisa bekerjasama dengan kakaknya, begitu menurut
pengakuannya. Aku terpaksa membuang jauh keinginan tuk “menyelamatkan”
Elsa dari pekerjaan yang seharusnya belum layak dia lakukan. Aku lebih
memihak pada keinginan Elsa yaitu ingin mempunyai uang sendiri dan tidak
meminta-minta pada orang tuanya yang kehidupan sehari-harinya jauh dari
kata cukup.
Aku yakin, saat ini bukan hanya Elsa yang bernasib kurang beruntung. Masih banyak Elsa-Elsa lain di
negeri ini, yang berjuang untuk kehidupannya sendiri. Meski dalam
Undang-Undang yang bejibun itu,Negara menjamin kehidupan anak-anak
negeri, toh pada kenyataannya masih banyak anak seusia Elsa yang harus
bekerja baik itu keinginan sendiri atau karena keterpaksaan. Ironis
sekali dengan banyaknya pejabat atau dewan yang mengatas namakan wakil
rakyat menikmati fasilitas negara dengan serakah, sementara di
sudut-sudut desa, masih banyak anak-anak negeri yang sangat membutuhkan
pertolongan dan perlindungan selayaknya anak manusia.
<pembanturumahtangga> <pembanturumahtanggausiadini> <temanggung> <selsa> <pasung> <ingkang>
Komentar
Posting Komentar